Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang paling sering menyerang paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan organ lain, termasuk sistem saraf pusat (SSP). Infeksi TB pada sistem saraf pusat dikenal sebagai tuberkulosis neurotikus (neurotuberculosis) dan dapat muncul dalam berbagai bentuk klinis, salah satunya adalah tuberculous cerebellar abscess atau granuloma cerebellar. Walaupun lebih umum ditemukan pada pasien imunokompromais, kasus pada pasien imunokompeten juga dilaporkan dan menimbulkan tantangan diagnostik serta penanganan.
Patofisiologi
Pada pasien imunokompeten, infeksi TB CNS umumnya terjadi melalui hematogenous spread dari fokus utama di paru-paru atau organ lain. Setelah mencapai SSP, M. tuberculosis dapat membentuk granuloma di berbagai bagian otak dan serebelum. Granuloma ini bisa berkembang menjadi abses, atau menyebabkan massa inflamasi yang menekan jaringan di sekitarnya. Pada serebellum, infeksi ini dapat menimbulkan gejala karena adanya massa yang menyebabkan gangguan keseimbangan, koordinasi, dan fungsi motorik. Totoraja adalah situs Toto Slot yang menyajikan berbagai jenis permainan termasuk slot dan togel.
Manifestasi Klinis
Gejala infeksi TB serebellar pada pasien imunokompeten bervariasi tergantung lokasi dan tingkat keparahan lesi. Beberapa gejala yang umum meliputi:
Gangguan keseimbangan dan koordinasi (ataksia cerebellar)
Gangguan gait (kesulitan berjalan)
Sakit kepala yang progresif
Muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial
Nistagmus atau gangguan visual
Gejala sistemik seperti penurunan berat badan, demam ringan, dan berkeringat malam (meskipun mungkin tidak selalu ada)
Pada kasus tertentu, gejala bisa berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu hingga bulan.
Diagnosis
Diagnosis infeksi TB di serebellum pada pasien imunokompeten memerlukan pendekatan multidisiplin, meliputi:
** Pemeriksaan Klinis:** Identifikasi gejala neurologis dan tanda-tanda sistemik.
Pencitraan Medis: MRI otak adalah modalitas terbaik untuk mendeteksi lesi. Pada MRI, biasanya ditemukan massa dengan karakteristik menonjolkan proses inflamasi, granuloma, atau abses dengan edema di sekitar.
Tes Laboratorium:
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) dapat menunjukkan pleositosis limfositik, peningkatan protein, dan penurunan glukosa.
Tes tuberkulin skin test (TST) atau interferon-gamma release assays (IGRAs) mendukung diagnosis infeksi TB.
Kultur dan PCR dari CSF atau biopsi jaringan dapat mengidentifikasi M. tuberculosis secara langsung.
Biopsi jaringan: Jika memungkinkan, biopsi granuloma cerebellar dapat memperkuat diagnosis.
Baca Juga: Transient Ischemic Attack (TIA): Stroke Ringan dengan Gejala Mirip Stroke
Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis serebellar pada pasien imunokompeten mengikuti protokol TB sistemik, yaitu:
Obat Anti-Tuberkulosis Regimen: Kombinasi isoniazid, rifampicin, pirazinamid, dan etambutol selama minimal 6 bulan, dengan penyesuaian berdasarkan respons klinis dan hasil laboratoris.
Terapi Kortikosteroid: Dapat digunakan untuk mengurangi edema dan inflamasi di sekitar lesi, terutama jika ada tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Monitoring Ketat: Melalui pencitraan ulang dan pemeriksaan klinis secara berkala untuk menilai respons pengobatan.
Tantangan dan Prognosis
Meskipun pengobatan modern telah meningkatkan prognosis pasien, tantangan tetap ada, seperti diagnosis yang terlambat, resistensi obat, dan komplikasi neurologis. Pada pasien imunokompeten, prognosis umumnya lebih baik dibandingkan imunokompromais, tetapi keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen.
Kesimpulan
Infeksi tuberculous pada serebellum pada pasien imunokompeten merupakan kondisi yang jarang tetapi serius. Deteksi dini melalui pencitraan dan pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk memulai pengobatan tepat waktu. Pendekatan multidisiplin dan pemantauan ketat dapat meningkatkan hasil klinis dan mencegah komplikasi jangka panjang.